30 Pejabat Korut Dihukum Mati Kim Jong Un Gara-Gara Banjir
Pyongyang – Pada akhir Juli 2024, Korea Utara mengalami bencana banjir besar yang mematikan, menewaskan ribuan orang dan merusak wilayah utara negara tersebut. Dalam respons yang drastis, pemerintah Korea Utara baru-baru ini mengeksekusi 30 pejabat pemerintah yang dianggap bertanggung jawab atas kegagalan mitigasi bencana ini.
Banjir Mematikan dan Tindakan Pemerintah
Menurut laporan TV Chosun, sebagaimana dilaporkan oleh The Straits Times dan Independent pada Kamis (5/9/2024), 30 pejabat dari pemerintah daerah yang paling parah terkena dampak banjir telah dieksekusi pada Agustus 2024. Pejabat-pejabat ini dianggap gagal dalam upaya mitigasi bencana, yang berakibat fatal bagi ribuan warga. Informasi ini diperoleh dari seorang pejabat pemerintah Korea Selatan yang enggan disebutkan namanya.
Banjir dahsyat yang melanda provinsi Chagang pada bulan Juli diperkirakan telah merenggut ribuan nyawa dan menyebabkan kerusakan luas. Menurut laporan, lebih dari 15.000 orang terpaksa mengungsi akibat bencana ini. Kerusakan parah terjadi di kota Sinuiju dan Uiju, dengan lebih dari 4.100 rumah dan 7.410 hektare lahan pertanian terdampak, serta jalan, bangunan, dan jalur kereta api yang hancur.
Respon dan Keputusan Kim Jong Un
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengadakan pertemuan darurat partai pada akhir Juli untuk membahas bencana tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Kim Jong Un menegaskan bahwa mereka yang dinyatakan ‘sangat mengabaikan’ tugas mereka dan bertanggung jawab atas jatuhnya korban akan menghadapi hukuman tegas. Keputusan untuk mengeksekusi para pejabat merupakan bentuk dari kebijakan kerasnya terhadap kegagalan administrasi.
Setelah bencana, pemerintah Korea Utara mengambil langkah drastis dengan menolak bantuan internasional. Kim Jong Un memutuskan untuk tidak menerima bantuan dari luar negeri dan meminta agar penduduk yang mengungsi dipindahkan ke ibu kota, Pyongyang. Ini dilakukan untuk memastikan mereka mendapatkan perawatan dan dukungan yang lebih baik di pusat pemerintahan.
Upaya Pemulihan dan Dukungan Pemerintah
Di tengah situasi krisis, aparat propaganda Korea Utara menyebarkan foto-foto Kim Jong Un yang mengawasi upaya penyelamatan. Meski demikian, laporan resmi tidak menyebutkan jumlah korban jiwa. Sekitar 5.000 orang berhasil diselamatkan, menurut Korea Central News Agency (KCNA).
Proses pemulihan diperkirakan akan memakan waktu antara dua hingga tiga bulan. Selama periode tersebut, pemerintah berencana untuk menyediakan layanan dan dukungan kepada hampir 15.400 orang rentan di berbagai fasilitas di Pyongyang. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa mereka yang terdampak banjir mendapatkan bantuan yang memadai dalam upaya rehabilitasi.
Pentingnya Pemantauan dan Dukungan Internasional
Kejadian ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi Korea Utara dalam mengelola bencana dan respons terhadap situasi darurat. Penolakan bantuan internasional dan langkah keras terhadap pejabat pemerintah menunjukkan betapa seriusnya situasi tersebut di mata pemerintah Korea Utara. Sementara itu, komunitas internasional tetap memantau situasi dengan cermat, berharap ada langkah-langkah lebih lanjut untuk membantu mereka yang terdampak bencana di masa depan.
Kesimpulan
Krisis banjir di Korea Utara dan tindakan tegas pemerintah terhadap pejabat yang dianggap gagal menanggapi bencana merupakan contoh ekstrem dari bagaimana negara-negara dapat bereaksi terhadap situasi darurat. Kesejahteraan penduduk yang terdampak dan proses pemulihan memerlukan perhatian dan dukungan berkelanjutan, baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional, untuk memastikan keberhasilan rehabilitasi dan perlindungan di masa mendatang.