Suriah Amankan 25,8 Ton Emas Pasca Runtuhnya Rezim Bashar al-Assad
DAMASKUS – Seiring dengan runtuhnya rezim pemerintah Bashar al-Assad yang memerintah Suriah lebih dari lima dekade, sejumlah informasi penting mengenai kondisi keuangan negara mulai terungkap. Salah satunya adalah cadangan emas Suriah yang diperkirakan tetap aman dan tidak terganggu meskipun terjadi perubahan besar dalam pemerintahan. Berdasarkan laporan dari Reuters, Bank Sentral Suriah masih menyimpan sekitar 25,8 ton emas, yang jumlahnya tetap stabil sejak awal perang saudara pada tahun 2011. Emas ini diperkirakan memiliki nilai sekitar USD 2,2 miliar pada harga pasar saat ini.
Namun, meski cadangan emas Suriah tetap terjaga, masalah lain muncul. Cadangan mata uang asing, khususnya dolar AS, berada dalam kondisi yang sangat terbatas. Berdasarkan sumber yang mengetahui kondisi tersebut, Bank Sentral Suriah hanya memiliki sekitar USD 200 juta dalam bentuk tunai, sementara sebagian besar cadangan valuta asing Suriah telah terkuras habis untuk membiayai berbagai kebutuhan negara, termasuk pendanaan perang dan impor barang vital seperti makanan dan bahan bakar.
Cadangan devisa Suriah sebelumnya berada pada angka yang jauh lebih tinggi. Pada akhir tahun 2011, Bank Sentral Suriah melaporkan memiliki sekitar USD 14 miliar dalam cadangan devisa, namun angka tersebut terus merosot seiring berjalannya waktu, terlebih setelah perang berkecamuk. Pada tahun 2010, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan cadangan devisa negara ini mencapai USD 18,5 miliar. Banyaknya penggunaan dolar AS untuk kebutuhan mendesak selama perang menyebabkan cadangan tersebut hampir habis.
Ketika pemerintahan baru yang dipimpin oleh mantan pemberontak menggantikan rezim Assad pada 8 Desember 2024, situasi ekonomi negara semakin pelik. Meskipun beberapa bagian dari Bank Sentral Suriah berhasil dijarah, brankas utama yang menyimpan emas dan aset lainnya tetap aman berkat desainnya yang sangat aman dan memerlukan tiga kunci berbeda serta kode kombinasi untuk membukanya. Beberapa hari setelah kejatuhan Damaskus, para pejabat baru Suriah memeriksa brankas tersebut, memastikan bahwa cadangan emas negara tetap utuh.
Namun, kondisi perekonomian Suriah sangat tergantung pada kemampuan pemerintah baru untuk mengakses dan mengelola aset negara tersebut. Meskipun memiliki cadangan emas yang cukup besar, Suriah mengalami kesulitan ekonomi yang parah karena kehilangan sumber pendapatan utama, yaitu minyak mentah, yang dikuasai oleh milisi Kurdi dan kelompok bersenjata lainnya di bagian timur negara. Sanksi internasional, terutama dari Barat, semakin memperburuk situasi ini. Selain itu, Bank Sentral Suriah juga harus menghadapi mata uang lokal, pound Suriah, yang terdepresiasi sangat tajam, dari sekitar 50 pound per dolar sebelum perang menjadi lebih dari 12.500 pound per dolar pada hari Senin lalu.
Pemerintahan baru yang dibentuk setelah jatuhnya rezim Assad kini berusaha untuk memulihkan ekonomi negara, dengan salah satu langkah utama adalah meminta pencabutan sanksi internasional. Namun, banyak pihak, termasuk pejabat dari Amerika Serikat dan Eropa, menyatakan bahwa mereka perlu menunggu untuk melihat bagaimana pemerintah baru ini akan berfungsi, terutama mengingat ideologi dan afiliasi kelompok-kelompok yang memimpin negara tersebut, seperti Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Perekonomian Suriah berada di titik krisis yang sangat serius, dan meskipun cadangan emas negara tetap aman, tantangan besar di depan adalah bagaimana mengelola aset-aset ini untuk memastikan kelangsungan hidup negara serta memulihkan ekonomi yang hancur akibat perang saudara yang berlangsung hampir lebih dari satu dekade. Pemerintahan baru harus mengatasi tantangan besar, tidak hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat dan memulihkan hubungan dengan negara-negara internasional.