Korut Sebut Presiden Yoon Suk Yeol Pemberontak, Sindir Proses Pemakzulan
Jakarta – Ketegangan politik antara Korea Selatan dan Korea Utara semakin memanas setelah media pemerintah Korut memberikan tanggapan keras terkait keputusan Presiden Yoon Suk Yeol untuk menetapkan darurat militer pada 3 Desember 2024. Dalam laporan terbaru, kantor berita negara Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), menyerang Yoon dengan menyebutnya sebagai “pemimpin pemberontakan” atas tindakan yang dianggapnya sebagai langkah otoriter tersebut.
Pada Senin (16/12), KCNA menuliskan, “Investigasi terhadap boneka Yoon Suk Yeol, pemimpin pemberontakan, dan kaki tangannya sedang berlangsung.” Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi Korea Selatan akan segera menentukan apakah Yoon akan dilengserkan atau tidak.
Korea Utara juga mengkritik hubungan dekat antara Seoul dan Washington, dengan menyebut Korsel sebagai “boneka” Amerika Serikat. Sebelumnya, Yoon mengutip ancaman dari Korea Utara sebagai alasan utama untuk mendeklarasikan darurat militer. Namun, banyak yang menilai bahwa keputusan tersebut lebih dipengaruhi oleh ketegangan politik dalam negeri, khususnya antara Yoon dan partai oposisi.
Situasi ini menambah kompleksitas politik di Korea Selatan, yang saat ini menghadapi potensi pemakzulan Yoon. Presiden Yoon kini diskors dari tugasnya, dan Mahkamah Konstitusi sedang meninjau apakah akan melanjutkan proses pemakzulan berdasarkan mosi yang diajukan oleh parlemen. Mahkamah Konstitusi memiliki waktu hingga 180 hari untuk memberikan keputusan mengenai masa depan Yoon.
Selama masa diskors, Perdana Menteri Han Duck Soo telah mengambil alih sebagai pengganti sementara, namun situasi ini tetap membuat banyak pihak bertanya-tanya mengenai kestabilan politik negara tersebut. Dalam laporan KCNA, Korea Utara juga menyindir Yoon dengan menyebut bahwa ia telah berusaha mengalihkan tanggung jawab atas “deklarasi darurat militer yang bodoh” kepada partai oposisi, yang dianggapnya tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Tanggapan keras ini menunjukkan bahwa meskipun Korea Utara biasanya sangat responsif terhadap isu-isu yang melibatkan Korea Selatan, kali ini mereka memilih untuk memberikan kritik tajam terkait situasi internal negara tetangga. Perkembangan ini tidak hanya mempengaruhi politik domestik Korea Selatan, tetapi juga dapat memperburuk ketegangan di kawasan tersebut, yang sudah terbilang sensitif karena ketegangan militer yang terus berlanjut antara kedua negara tersebut.
Krisis politik di Seoul ini kini menjadi sorotan internasional, dengan banyak yang mengamati apakah keputusan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan akan menambah ketegangan atau malah meredakan konflik yang ada. Sementara itu, pihak-pihak terkait di Korsel masih menunggu dengan cemas keputusan akhir yang akan menentukan masa depan Presiden Yoon Suk Yeol.