PBB Menyebut Israel Langgar Gencatan Senjata, Hizbullah Meradang

Pasukan penjaga perdamaian PBB yang bertugas di Lebanon, UNIFIL, baru-baru ini menuduh Israel melakukan pelanggaran serius terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2006 yang menjadi dasar gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah. Tuduhan tersebut disampaikan setelah pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, memperingatkan bahwa kesabaran kelompok militan tersebut bisa habis sebelum masa gencatan senjata yang berlangsung 60 hari berakhir.

Gencatan senjata ini mulai diterapkan pada 27 November 2024, namun kedua belah pihak, Israel dan Hizbullah, saling menuduh telah melanggar perjanjian tersebut. UNIFIL menyatakan bahwa mereka telah mengamati sebuah buldoser militer Israel yang menghancurkan tong biru yang menandai garis penarikan antara Lebanon dan Israel di kawasan Labbouneh. Selain itu, sebuah menara pengamatan milik Angkatan Bersenjata Lebanon juga dihancurkan tepat di samping pos UNIFIL di area tersebut.

“Penghancuran yang disengaja terhadap properti yang dapat dikenali dengan jelas milik UNIFIL dan Angkatan Bersenjata Lebanon ini merupakan pelanggaran besar terhadap Resolusi 1701 dan hukum internasional,” kata pasukan penjaga perdamaian PBB tersebut dalam pernyataannya pada Sabtu, 4 Januari 2025.

Pasukan PBB mengimbau semua pihak yang terlibat untuk menghindari tindakan yang dapat membahayakan gencatan senjata, termasuk penghancuran properti sipil. Menurut ketentuan dalam gencatan senjata, tentara Lebanon akan dikerahkan bersama pasukan PBB di wilayah selatan Lebanon, sementara tentara Israel akan mundur selama 60 hari. Hizbullah pun diharuskan menarik pasukannya ke utara Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan, serta membongkar sisa infrastruktur militernya di wilayah selatan.

Namun, meskipun gencatan senjata telah disepakati, ketegangan masih terus berlanjut. Pada akhir Desember 2024, pasukan penjaga perdamaian PBB menyampaikan keprihatinan terkait kerusakan yang terus dilakukan oleh militer Israel di Lebanon selatan. PBB meminta semua pihak untuk menahan diri dan memastikan bahwa gencatan senjata tetap terjaga demi menghindari eskalasi lebih lanjut yang bisa membahayakan stabilitas kawasan.

Pelanggaran ini menambah kompleksitas situasi yang sudah sangat tegang di kawasan tersebut, dengan ketidakpastian apakah gencatan senjata akan bertahan hingga akhir masa yang telah ditetapkan.