Israel Rencanakan Pembatasan Bantuan ke Gaza Setelah Pelantikan Trump

Israel berencana untuk mengurangi jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza setelah pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada akhir Januari ini. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi dukungan terhadap kelompok militan Hamas yang kini menguasai wilayah tersebut. Menurut seorang pejabat senior Israel, Hamas selama ini memiliki cara untuk mengalihkan bantuan kemanusiaan yang seharusnya sampai ke warga sipil, yang memperburuk situasi di Gaza.

Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa meskipun langkah ini berisiko memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah sangat memprihatinkan, Israel tetap mempertimbangkan opsi tersebut sebagai bagian dari strategi yang lebih luas. Organisasi-organisasi kemanusiaan internasional telah lama mendesak agar lebih banyak bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza, dengan memperingatkan tentang potensi kelaparan yang semakin mengancam warga sipil akibat pembatasan yang ada.

Data dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyebutkan bahwa pada bulan Desember 2024, hanya 2.205 truk bantuan yang dapat memasuki Gaza, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan angka sebelum perang yang dapat mencapai 500 truk per hari atau 15.000 truk setiap bulan. PBB juga mengungkapkan bahwa sekitar 91% dari 2,1 juta penduduk Gaza kini berada dalam situasi kerawanan pangan akut.

Sementara itu, Israel membantah angka tersebut, dengan menyatakan bahwa lebih dari 5.000 truk bantuan sudah memasuki Gaza pada bulan yang sama. Namun, organisasi kemanusiaan dan para pejabat PBB tetap khawatir atas terbatasnya akses bantuan yang dapat menjangkau warga yang membutuhkan.

Pada bulan Oktober 2024, pemerintahan Presiden Joe Biden mengirimkan surat kepada Israel, meminta negara tersebut untuk meningkatkan akses bantuan kemanusiaan dan memperbaiki situasi di Gaza dalam waktu 30 hari. Surat tersebut juga menuntut Israel untuk memungkinkan setidaknya 350 truk bantuan masuk ke Gaza setiap harinya dan untuk menempatkan jeda tembak guna memastikan kelancaran pengiriman bantuan.

Meskipun tenggat waktu tersebut telah berlalu dan beberapa tuntutan belum dipenuhi, Departemen Luar Negeri AS menganggap bahwa ada kemajuan dalam masalah ini dan tidak berencana untuk menghentikan pengiriman bantuan militer ke Israel. Bahkan, AS baru-baru ini menginformasikan rencananya untuk menjual senjata senilai US$8 miliar kepada Israel, meskipun ada banyak kontroversi terkait kebijakan ini.