Missouri Tolak Hentikan Hukuman Mati Terhadap Tahanan Muslim

Pada 26 September 2024, pengadilan negara bagian Missouri menolak permohonan penghentian eksekusi mati terhadap seorang tahanan Muslim bernama Abdullah Rahman. Rahman, yang telah berada di penjara selama lebih dari 20 tahun, dijadwalkan dieksekusi atas tuduhan pembunuhan. Tim kuasa hukumnya meminta pengadilan untuk mempertimbangkan ulang vonis tersebut, dengan alasan bukti baru yang bisa meringankan, namun pengadilan tetap memutuskan melanjutkan eksekusi.

Bukti Baru dan Permohonan Pengampunan

Tim pembela Rahman mengajukan bukti baru yang menunjukkan bahwa pengadilan awal gagal mempertimbangkan beberapa fakta penting dalam kasus tersebut, termasuk saksi kunci yang kemudian mencabut kesaksiannya. Selain itu, tim hukumnya juga menyoroti kesaksian yang meragukan dan inkonsistensi dalam proses investigasi. Meski begitu, pengadilan Missouri berargumen bahwa bukti tersebut tidak cukup kuat untuk menghentikan eksekusi yang telah dijadwalkan.

Protes dari Komunitas Muslim dan Aktivis HAM

Penolakan pengadilan ini memicu protes dari komunitas Muslim di Missouri dan berbagai kelompok aktivis hak asasi manusia (HAM). Mereka menyebutkan bahwa kasus Rahman merupakan salah satu contoh dari ketidakadilan yang sering dialami oleh minoritas di sistem peradilan Amerika Serikat. Para aktivis juga menyuarakan bahwa hukuman mati itu sendiri merupakan pelanggaran terhadap hak hidup, serta meminta agar Missouri menghentikan eksekusi dan mengkaji ulang hukuman mati di negara bagian tersebut.

Isu Diskriminasi Agama dalam Kasus Ini

Selain perdebatan tentang keadilan proses hukum, beberapa pihak menyoroti isu diskriminasi agama. Rahman, yang telah memeluk Islam saat berada di penjara, disebut mengalami perlakuan tidak adil karena keyakinannya. Organisasi hak-hak sipil dan komunitas Muslim mendesak agar faktor agama tidak menjadi alasan tambahan bagi ketidakadilan hukum yang ia alami.

Kesimpulan: Perjuangan Menentang Hukuman Mati Berlanjut

Meski Missouri telah menolak permohonan penghentian eksekusi Rahman, para pendukungnya tidak menyerah. Mereka berjanji akan terus memperjuangkan keadilan dan menentang hukuman mati, terutama bagi individu yang diduga menjadi korban sistem peradilan yang cacat. Kasus ini membuka kembali perdebatan mengenai hukuman mati di Amerika Serikat serta dampaknya terhadap minoritas.