Skandal atau Kesalahan? Dewi Soekarno Didenda Rp3,03 Miliar oleh Jepang

Pengadilan Buruh Jepang menjatuhkan sanksi denda kepada Naoko Nemoto, yang lebih dikenal sebagai Dewi Soekarno, istri Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Ia diwajibkan membayar total 29 juta yen atau setara Rp3,03 miliar setelah dinyatakan bersalah dalam kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dua karyawannya yang dianggap tidak sah.

Kasus ini bermula pada tahun 2021, ketika dua karyawan Dewi Soekarno menolak bekerja dari kantor dengan alasan khawatir terpapar Covid-19. Penolakan itu terjadi setelah Dewi kembali dari Indonesia. Namun, sikap kedua karyawan ini memicu kemarahan Dewi, yang merasa diperlakukan seperti “kuman” meskipun ia telah dinyatakan negatif Covid-19.

“Saya marah kepada kalian yang memperlakukan saya seolah-olah saya ini pembawa virus, padahal hasil tes saya negatif. Anda menderita coronafobia! Saya tidak akan datang ke kantor lagi karena saya tidak bisa bekerja dengan kalian,” ujar Dewi seperti dilansir Friday Digital, Minggu (19/1).

Akibat insiden tersebut, Dewi memutuskan untuk memecat kedua karyawannya. Namun, pada Maret 2022, kedua pekerja itu menggugat Dewi di Pengadilan Buruh Jepang. Mereka menuntut pengakuan bahwa pemecatan tersebut tidak sah dan meminta gaji serta kompensasi lain yang belum dibayarkan.

Pada Agustus 2022, pengadilan memutuskan bahwa PHK tersebut ilegal dan hubungan kerja harus tetap dilanjutkan. Selain itu, Dewi diwajibkan membayar biaya penyelesaian gabungan sebesar 6 juta yen. Namun, Dewi tidak menerima keputusan tersebut dan melanjutkan proses hukum hingga akhirnya pengadilan mengeluarkan putusan akhir.

Dalam putusan terbaru, Pengadilan Buruh Jepang menyatakan bahwa Dewi harus membayar gaji kedua karyawan dari 2021 hingga 2024, termasuk biaya lembur yang belum dibayarkan, dengan total mencapai 29 juta yen.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan nama besar Dewi Soekarno, yang sebelumnya dikenal luas sebagai figur publik di Jepang dan Indonesia. Putusan tersebut sekaligus menjadi pengingat pentingnya menghormati hak-hak pekerja di tengah situasi sulit, termasuk pandemi.