Pakar Hukum: Pengembalian Uang Korupsi Tidak Menghapus Tuntutan Pidana
Pada tanggal 30 Desember 2024, pernyataan tegas disampaikan oleh pegiat antikorupsi Kurnia Ramadhana mengenai pengembalian uang hasil korupsi. Dalam diskusi yang berlangsung di program Crosscheck Medcom.id, Kurnia menegaskan bahwa pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi tidak serta merta menghapuskan tuntutan pidana terhadap pelaku. Pernyataan ini muncul di tengah banyaknya anggapan bahwa pemulihan kerugian dapat menggantikan hukuman penjara.
Kurnia menjelaskan bahwa meskipun pemulihan kerugian negara adalah langkah positif, hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk menghapuskan sanksi pidana. Menurutnya, jika pengembalian uang dianggap cukup untuk menghapuskan pidana, maka hal ini dapat menciptakan preseden buruk di mana pelaku korupsi merasa mereka bisa “membeli” kebebasan mereka dengan mengembalikan uang yang dicuri. Ini berpotensi melemahkan efek jera dari hukuman yang seharusnya diberikan kepada para pelaku korupsi.
Dalam riset yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia mencatat bahwa rata-rata hukuman penjara bagi pelaku korupsi di Indonesia hanya sekitar 3 tahun 4 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa hukuman yang dijatuhkan belum cukup memberikan efek jera. Dengan data tersebut, Kurnia mempertanyakan alasan untuk beralih dari sistem pemidanaan retributif ke sistem restoratif yang lebih lunak.
Pernyataan ini juga mendapat perhatian dari Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, yang menegaskan bahwa pengembalian uang korupsi tidak boleh menjadi alasan untuk membebaskan pelaku dari tuntutan pidana. Menurutnya, penting untuk menegakkan hukum secara tegas agar tidak ada kesan bahwa tindakan korupsi dapat diampuni hanya dengan mengembalikan kerugian.
Peningkatan kesadaran akan pentingnya penegakan hukum dalam kasus korupsi diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam melaporkan tindakan korupsi. Selain itu, hal ini juga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan lembaga penegak hukum di Indonesia. Dengan demikian, penegakan hukum yang konsisten dan tegas adalah kunci untuk memberantas korupsi secara efektif.
Dengan meningkatnya angka kasus korupsi dan rendahnya tingkat hukuman yang dijatuhkan, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bersatu dalam memperkuat penegakan hukum. Pengembalian uang hasil korupsi harus dilihat sebagai bagian dari proses pemulihan, tetapi tidak boleh menghilangkan tanggung jawab pidana pelaku. Semua pihak kini diharapkan untuk terus mendukung upaya pemberantasan korupsi demi masa depan yang lebih baik bagi bangsa.