Menkes Ancam Sanksi Dinkes yang Lalai Validasi KRIS: Target 3.113 Rumah Sakit di Juni 2025

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa dinas kesehatan (dinkes) provinsi yang tidak melakukan validasi atau pengecekan progres Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di rumah sakit akan dikenakan sanksi. Pemerintah menargetkan sebanyak 3.113 rumah sakit, baik milik swasta maupun pemerintah, untuk mengimplementasikan KRIS paling lambat Juni 2025.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025), Budi mengingatkan bahwa dinkes harus aktif memantau perkembangan rumah sakit di wilayahnya masing-masing. Jika tidak, pemerintah tidak akan segan-segan memberikan sanksi berupa pemblokiran Dana Alokasi Khusus (DAK). “Saya minta dinkes mengecek rumah sakit di wilayahnya masing-masing. Kalau tidak, nanti Dana Alokasi Khusus (DAK) mereka akan saya bintangin,” tegasnya.

Saat ini, dari total rumah sakit yang ditargetkan, sebanyak 2.766 rumah sakit telah divalidasi oleh dinkes setempat. Angka ini mencerminkan tingkat validasi 88 persen secara nasional. Namun, masih ada empat provinsi yang tingkat validasinya berada di bawah 50 persen, yakni Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Papua, dan Papua Pegunungan.

Budi mempertanyakan mengapa validasi di beberapa daerah tersebut masih rendah. Ia mencontohkan bahwa beberapa provinsi lain sudah mencapai validasi tinggi, sehingga tidak ada alasan bagi provinsi lain untuk tertinggal. “Kalau Kalimantan Barat bisa, masa Kalimantan Tengah tidak bisa? Papua Barat Daya sudah tinggi, tapi provinsi Papua sendiri masih rendah. Ini hanya soal niat,” ujarnya.

KRIS sendiri dirancang untuk memastikan bahwa layanan kesehatan di rumah sakit memiliki standar minimal yang sama bagi semua pasien. Konsep ini bukan hanya sekadar membedakan kelas rawat inap, tetapi juga memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang tersedia di rumah sakit memenuhi standar yang layak dan aman.

Sesuai dengan Pasal 46A Perpres Nomor 59 Tahun 2024, ada berbagai kriteria yang harus dipenuhi dalam penyediaan kamar perawatan KRIS bagi pasien BPJS Kesehatan. Salah satu aspek pentingnya adalah material bangunan yang digunakan tidak boleh berporositas tinggi agar tidak menyimpan debu dan mikroorganisme. Selain itu, rumah sakit juga harus memastikan ventilasi udara yang baik, dengan minimal enam kali pergantian udara setiap jamnya.

Pencahayaan ruangan juga menjadi standar yang harus diperhatikan. Untuk penerangan utama, pencahayaan minimal harus mencapai 250 lux, sementara untuk pencahayaan saat tidur harus berada di angka 50 lux. Tidak hanya itu, setiap tempat tidur pasien harus dilengkapi dengan minimal dua kotak kontak listrik yang aman, tanpa percabangan langsung yang berisiko menyebabkan gangguan listrik.

Dengan adanya aturan ini, pemerintah berharap bahwa layanan kesehatan di rumah sakit dapat semakin berkualitas. Implementasi KRIS diharapkan tidak hanya meningkatkan kenyamanan pasien BPJS, tetapi juga menciptakan sistem layanan kesehatan yang lebih merata di seluruh Indonesia.