Mengatasi Tantangan BPJS Kesehatan: Mencari Keseimbangan antara Pembiayaan dan Kualitas Layanan

Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan telah memberikan akses penting bagi jutaan warga Indonesia untuk mendapatkan layanan kesehatan. Namun, tantangan besar muncul terkait plafon pembiayaan yang sering kali rendah, atau yang dikenal sebagai underpay. Hal ini menyebabkan rumah sakit beradaptasi dengan praktik overclaim, yang menimbulkan kritik.

Sistem BPJS menggunakan skema INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) untuk menetapkan plafon biaya, tetapi tarif yang diberikan seringkali tidak mencukupi. Sebagai contoh, plafon untuk operasi jantung bypass hanya berkisar Rp 100 juta hingga Rp 150 juta, sementara biaya sebenarnya bisa mencapai Rp 300 juta hingga Rp 400 juta. Situasi serupa terjadi pada perawatan ICU, di mana plafon hanya Rp 2 juta per hari, padahal biaya riilnya bisa Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.

Ketika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, terlihat bahwa plafon yang mereka tetapkan jauh lebih tinggi, memungkinkan rumah sakit memberikan layanan optimal. Salah satu penyebab rendahnya plafon BPJS adalah anggaran kesehatan yang terbatas, dengan rasio pajak hanya sekitar 11-12 persen.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan peningkatan anggaran kesehatan dan edukasi masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan pengobatan dini. Selain itu, evaluasi plafon pembiayaan agar sesuai dengan biaya riil layanan kesehatan juga sangat penting. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan akses dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia dapat meningkat secara signifikan.