Mari Elka Pangestu: Dampak Perang Dagang AS-China Tak Signifikan untuk Indonesia
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengimbau masyarakat untuk tetap tenang meskipun ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin meningkat. AS diketahui telah memberlakukan tarif impor sebesar 145% terhadap produk dari China, sementara China membalas dengan menetapkan tarif 125% untuk barang-barang asal AS.
Wakil Ketua DEN, Mari Elka Pangestu, menekankan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan dengan dampak perang dagang tersebut, karena pengaruhnya terhadap Indonesia diperkirakan tidak akan terlalu signifikan.
Saat ini, beberapa negara Asia dikenakan tarif tinggi oleh AS, seperti Kamboja (49%), Vietnam (46%), Thailand (36%), Indonesia (32%), dan Malaysia (24%), sebagai upaya untuk mengurangi defisit perdagangan AS yang semakin melebar.
“Mari mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak mudah panik,” kata Mari saat hadir dalam acara The Yudhoyono Institute yang bertema ‘Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global’ di Ballroom Grand Sahid Jaya, pada Minggu (13/4/2025).
Mari juga menambahkan, pemerintah perlu melakukan pendekatan negosiasi dengan AS dan China seiring dengan penundaan pengenaan tarif yang dilakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, selama 90 hari ke sejumlah negara kecuali China.
“Untuk jangka pendek, kita harus menjalin kesepakatan dengan AS, namun juga perlu berkomunikasi dengan China,” ujarnya.
Di samping itu, Mari menyatakan pentingnya reformasi dalam kebijakan perdagangan Indonesia. DEN, bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan lembaga terkait lainnya, tengah merumuskan kebijakan baru untuk menghadapi dampak perang tarif ini.
“Reformasi ini mencakup pengurangan biaya ekonomi tinggi, penyederhanaan prosedur impor, serta peningkatan transparansi dan pengawasan dalam kebijakan-kebijakan kita,” tambah Mari.
Mari juga menyoroti perlunya pemerintah untuk melindungi sektor-sektor yang paling terpengaruh oleh kebijakan tarif tinggi AS agar mengurangi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menjaga daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar pemerintah memperluas pasar ekspor bagi produk dalam negeri dan mengelola impor dengan bijak, guna menjaga keseimbangan pasar domestik yang terdampak oleh perseteruan tarif antara AS dan China.
“Kita perlu mengelola aliran barang yang masuk dari negara lain akibat pergeseran pasar ekspor yang sebelumnya ditujukan ke AS,” jelasnya. “ASEAN harus bereaksi secara kolektif, dengan fokus pada pembangunan kepercayaan di antara negara-negara anggotanya.”