Mangkir Panggilan Jaksa, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Bisa Ditahan
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, yang telah dimakzulkan oleh parlemen, kini menghadapi kemungkinan penahanan setelah kembali absen dari panggilan jaksa untuk pemeriksaan terkait tuduhan makar dan penyalahgunaan kekuasaan pada Senin (16/12). Tuduhan ini muncul menyusul deklarasi darurat militer sepihak yang diberlakukan oleh Yoon pada 3 Desember lalu.
Jaksa mengeluarkan panggilan kedua untuk Yoon terkait kasus tersebut setelah ia tidak memenuhi panggilan pertama yang dijadwalkan sehari sebelumnya. Menurut kantor berita Yonhap, unit investigasi gabungan juga meminta Yoon untuk hadir memberikan keterangan pada Rabu, namun Yoon menolak melalui kantor kepresidenan.
Proses pemakzulan Yoon oleh parlemen Korea Selatan berlangsung pada Sabtu (14/12) setelah sebelumnya usaha pemakzulan serupa gagal. Saat ini, mosi pemakzulan Yoon masih dalam peninjauan Mahkamah Konstitusi. Jika mosi ini disetujui oleh seluruh enam hakim Mahkamah Konstitusi, pemilihan presiden baru harus diadakan dalam waktu dua bulan setelah keputusan mahkamah dikeluarkan.
Sementara itu, Perdana Menteri Han Duck-soo menjabat sebagai pemimpin sementara menggantikan Yoon, yang langsung diskors dari seluruh tugas dan wewenangnya setelah pemakzulan oleh parlemen. Seorang juru bicara Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa sidang pendahuluan terkait pemakzulan Yoon dijadwalkan pada 27 Desember, namun presiden tidak diwajibkan hadir dalam sidang ini.
“Selama sidang persiapan, catatan investigasi dari kejaksaan, polisi, dan otoritas terkait lainnya akan segera diamankan,” ujar juru bicara Lee Jean kepada wartawan. “Kasus ini akan menjadi prioritas utama,” tambahnya.
Dalam situasi yang semakin memanas, masyarakat dan dunia internasional terus memantau perkembangan kasus ini dengan saksama. Jika pemakzulan Yoon disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, Korea Selatan akan menghadapi pemilihan presiden baru dalam waktu yang relatif singkat, membawa ketidakpastian politik di negara tersebut.
Yoon Suk Yeol, yang sebelumnya menjabat sebagai jaksa tinggi sebelum menjadi presiden, telah menghadapi berbagai kontroversi dan kritik selama masa jabatannya. Tindakan darurat militer yang diambilnya dianggap oleh banyak pihak sebagai langkah yang tidak perlu dan berlebihan, memicu protes dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan politisi.
Di sisi lain, pendukung Yoon berpendapat bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk menjaga stabilitas dan keamanan nasional di tengah berbagai ancaman yang dihadapi Korea Selatan. Namun, penolakan Yoon untuk memenuhi panggilan jaksa menambah ketegangan dan spekulasi tentang kesalahannya dalam kasus ini.
Perkembangan lebih lanjut dari kasus ini akan sangat penting dalam menentukan masa depan politik Korea Selatan dan bagaimana negara ini akan melanjutkan transisi kekuasaannya. Masyarakat berharap proses hukum berjalan adil dan transparan, serta menghasilkan keputusan yang terbaik untuk negara.