Lonjakan Islamophobia Jadi Sorotan, Sekjen PBB Angkat Bicara
Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) terus berupaya memberikan harapan bagi anak-anak di Gaza yang terdampak konflik berkepanjangan. Sebanyak 130 pusat pendidikan darurat telah dibuka, memberikan akses belajar bagi puluhan ribu anak di tengah situasi yang masih tidak menentu.
Pendidikan di Tengah Krisis
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, mengumumkan bahwa lebih dari 47 ribu anak kini telah mendapatkan akses ke pembelajaran tatap muka di berbagai sekolah serta lokasi pengungsian di Gaza. Dalam unggahan di platform media sosialnya pada Sabtu (15/3), ia menegaskan bahwa pendidikan tetap menjadi salah satu pilar utama dalam upaya membantu anak-anak Palestina menghadapi dampak psikologis akibat konflik.
“Pendidikan adalah elemen krusial yang membantu mereka pulih dan tetap terhubung dengan masa kecil mereka. Ini menjadi bagian penting dalam mengatasi trauma yang mereka alami akibat serangan yang berkepanjangan,” ungkap Lazzarini.
Ia juga memperingatkan bahwa kegagalan dalam menyediakan pendidikan yang layak bagi anak-anak di Gaza dapat menimbulkan dampak jangka panjang yang serius, termasuk meningkatnya risiko radikalisasi serta memperpanjang siklus kekerasan di wilayah tersebut.
Konflik yang Masih Berlanjut
Di tengah upaya UNRWA dalam memberikan akses pendidikan bagi anak-anak, situasi di Gaza masih diwarnai oleh serangan udara yang terus berlangsung. Pada Sabtu (15/3), serangan di wilayah Beit Lahia, Gaza Utara, dilaporkan menewaskan sedikitnya sembilan orang, dengan sejumlah lainnya mengalami luka serius.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan Palestina, serangan tersebut menjadi salah satu yang paling mematikan sejak gencatan senjata sebelumnya mulai berlaku pada Januari 2025. Beberapa korban luka parah telah dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia di Gaza untuk mendapatkan perawatan medis.
Sementara itu, pihak militer Israel (IDF) menyatakan bahwa serangan tersebut menyasar dua individu yang mereka klaim sebagai ancaman terhadap pasukan mereka di wilayah tersebut.
Proses Negosiasi Gencatan Senjata yang Mandek
Di sisi lain, negosiasi untuk gencatan senjata yang lebih permanen masih menemui jalan buntu. Kesepakatan gencatan senjata fase pertama yang berlangsung sejak 19 Januari hingga 1 Maret telah berakhir, tetapi hingga kini kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan baru.
Israel dilaporkan ingin memperpanjang gencatan senjata sementara, sedangkan Hamas hanya akan menerima perjanjian yang bersifat permanen. Hamas juga menolak usulan perpanjangan gencatan senjata selama 50 hari yang diajukan oleh Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk Timur Tengah.
Selama masa gencatan senjata sebelumnya, Hamas telah membebaskan 25 sandera hidup dan menyerahkan delapan jenazah, sementara Israel membebaskan sekitar 1.800 tahanan Palestina.
Meski negosiasi terus berlanjut, kondisi di Gaza masih jauh dari kata stabil. Serangan udara, pertempuran darat, serta blokade berkepanjangan semakin memperburuk keadaan, membuat ribuan warga sipil, terutama anak-anak, kehilangan kesempatan untuk hidup dengan aman dan mendapatkan pendidikan yang layak.
Harapan di Tengah Ketidakpastian
Dengan dibukanya 130 pusat pendidikan darurat oleh UNRWA, masih ada secercah harapan bagi anak-anak Gaza untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Namun, tantangan yang mereka hadapi masih besar, terutama di tengah konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Komunitas internasional terus menyerukan solusi damai dan mendukung langkah-langkah untuk melindungi anak-anak serta memastikan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan di tengah situasi yang sulit ini.