Kasus Pagar Laut di Bekasi: BPN Bersihkan Oknum Terlibat Penyalahgunaan Wewenang

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa investigasi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus pagar laut di Bekasi, Jawa Barat, telah selesai. Beberapa pegawai BPN yang terlibat dalam kasus ini akan diberhentikan dari jabatannya.

Setelah bertemu dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, Nusron memberikan laporan mengenai perkembangan terkini dalam masalah pertanahan, termasuk masalah penyalahgunaan sertifikat tanah di wilayah Bekasi dan Tangerang, terkait dengan kasus pagar laut.

“Proses investigasi terhadap aparatur kami di Bekasi sudah selesai. Mungkin besok atau lusa saya akan umumkan bahwa ada beberapa orang yang akan diberhentikan,” kata Nusron dalam keterangannya di Istana Kepresidenan.

Nusron menjelaskan modus operandi yang digunakan dalam kasus ini, di mana ada pemindahan peta bidang tanah yang seharusnya berada di darat ke wilayah laut, dilakukan oleh oknum pejabat di tingkat bawah. Kasus bermula dari 89 sertifikat yang dimiliki oleh 84 orang dengan luas 11,6 hektare, yang kemudian berubah menjadi 79 hektare dan kepemilikannya berkurang menjadi hanya 11 orang, salah satunya adalah oknum kepala desa setempat.

Nusron juga mengungkapkan bahwa 89 sertifikat tersebut didaftarkan melalui skema Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), di mana tim yang mengelola akun PTSL di tingkat kabupaten memberikan celah bagi penyalahgunaan wewenang.

Nusron menegaskan bahwa pejabat BPN yang terlibat dalam penyalahgunaan jabatan dalam kasus pagar laut ini bukan berasal dari eselon 1 atau eselon 2. Selain itu, dalam pertemuannya dengan Presiden Prabowo, Nusron juga membahas masalah tumpang tindih kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) yang sering terjadi akibat kesalahan administrasi pertanahan pada masa lalu. Menurutnya, banyak sertifikat yang diterbitkan antara 1960 hingga 1987 tidak dilengkapi dengan peta bidang tanah yang jelas, sehingga menimbulkan permasalahan kepemilikan di kemudian hari.