Indonesia Menang Gugatan, Ekspor Kertas ke Pakistan Siap Melonjak
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan bahwa Pengadilan Tinggi Lahore (LHC) di Pakistan telah secara permanen membatalkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap kertas Indonesia pada November 2024. Keputusan ini menjadi titik balik bagi produsen dan eksportir kertas Indonesia, membuka peluang besar untuk kembali menguasai pasar Pakistan. Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut pencapaian ini tidak lepas dari upaya Kemendag bersama Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) serta para pelaku usaha dalam melakukan pembelaan sejak tahap penyelidikan awal pada 2016 hingga peninjauan kembali (sunset review). Upaya tersebut melibatkan pengajuan submisi pembelaan serta konsultasi dengan otoritas penyidik Pakistan.
Sejak 2015, Indonesia merupakan pemasok utama kertas di Pakistan dengan pangsa pasar mencapai 70,5 persen, jauh melampaui Tiongkok yang hanya 7,7 persen. Namun, tuduhan dumping pada 2017-2018 membuat Pakistan menerapkan BMAD selama lima tahun, berlaku dari 30 Maret 2018 hingga 30 Maret 2023. Upaya memperpanjang kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan oleh LHC pada November 2024. Dampak dari BMAD sempat menekan ekspor kertas Indonesia ke Pakistan, yang turun dari 57,3 juta dolar AS pada 2018 menjadi 32,4 juta dolar AS pada 2021. Namun, ekspor kembali meningkat menjadi 49,1 juta dolar AS pada 2022.
Meski sempat mengalami fluktuasi, industri kertas Indonesia tetap memiliki potensi besar untuk bangkit. Dengan permintaan yang terus meningkat, impor kertas Pakistan dari dunia tumbuh rata-rata 7,1 persen per tahun selama 2019-2023. Jika strategi yang tepat diterapkan, ekspor kertas Indonesia ke Pakistan diperkirakan bisa mencapai 61,3 juta dolar AS pada 2030. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengapresiasi langkah Kemendag dalam mengamankan pasar ekspor dan berharap kerja sama antara pemerintah serta pelaku usaha terus diperkuat demi meningkatkan daya saing kertas Indonesia di kancah global.