ICC Batasi Cakupan Bukti dalam Kasus Duterte, Jadwalkan Sidang untuk Kejahatan Kemanusiaan
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan perintah prosedural yang membatasi cakupan bukti dalam kasus mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Putusan tersebut juga menetapkan jadwal sidang untuk memastikan persidangan berjalan efisien. Dalam putusannya tertanggal 17 April, ICC menegaskan niatnya untuk menghindari proses yang berlarut-larut atau “persidangan mini” sebelum persidangan utama, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan fokus.
Menurut laporan media setempat, langkah ini bertujuan untuk mengurangi kebebasan jaksa namun tetap menjaga hak-hak terdakwa dan korban. Proses hukum tersebut akan memfokuskan diri untuk menghindari prosedur yang berlebihan dan penundaan yang tidak perlu, khususnya menjelang sidang konfirmasi dakwaan yang dijadwalkan pada 23 September. Duterte, yang ditangkap pada 11 Maret di Manila, langsung diterbangkan ke Den Haag setelah surat perintah penangkapan dikeluarkan ICC. Ia dituduh bertanggung jawab atas ribuan kematian dalam operasi “perang terhadap narkoba” yang berlangsung antara 2016 dan 2022.
Sesuai dengan prosedur baru, jaksa hanya diizinkan untuk menyertakan bukti yang secara langsung relevan dengan dakwaan. Semua bukti yang diajukan harus disertai penjelasan terkait kaitannya dengan bukti lainnya. Batas waktu untuk pengajuan bukti ditetapkan hingga 1 Juli. Selain itu, jaksa hanya dapat menghadirkan dua saksi langsung, dengan persetujuan dari kamar pra-persidangan. Para korban juga akan memiliki kesempatan untuk mengikuti proses hukum melalui pendekatan bertahap. Bahasa Inggris telah ditetapkan sebagai bahasa resmi persidangan, dan pengadilan menyatakan bahwa Duterte sepenuhnya memahami bahasa tersebut.