Hizbullah Serang Pangkalan Militer Israel dengan Drone untuk Pertama Kalinya

Untuk pertama kalinya, Hizbullah mengirimkan serangan drone ke sebuah pangkalan militer Israel yang terletak di Bilu, selatan Tel Aviv. Serangan yang dilakukan pada Rabu malam, 6 November 2024, ini mengirimkan pesawat nirawak ke wilayah Israel, mengindikasikan eskalasi ketegangan di kawasan tersebut.

Menurut laporan dari Al Jazeera yang dirilis pada Kamis, 7 November 2024, otoritas Israel belum melaporkan adanya korban jiwa atau kerusakan yang signifikan di pangkalan tersebut. Sebelumnya, Hizbullah juga mengklaim tanggung jawab atas beberapa serangan lainnya, termasuk serangan terhadap pangkalan angkatan laut di dekat Haifa dan pangkalan yang berlokasi dekat bandara internasional utama Israel, di wilayah Tel Aviv. Meski demikian, pihak Bandara Internasional Israel menyatakan bahwa operasional penerbangan di sana tidak terpengaruh oleh serangan ini.

Merespons serangan ini, angkatan udara Israel melakukan serangan balasan ke sejumlah wilayah di selatan Beirut pada Kamis pagi. Gambar-gambar dari lokasi menunjukkan kepulan asap besar di sekitar Beirut, sementara beberapa ledakan keras terdengar di sekitar ibukota Lebanon, menyebabkan kekhawatiran di kalangan warga setempat. Menurut laporan dari stasiun TV Al Jadeed, setidaknya empat serangan udara menghantam area di selatan Beirut.

Militer Israel melalui juru bicara mereka, Avichay Adraee, mengimbau penduduk di beberapa area Beirut untuk segera mengungsi, termasuk di dekat bandara internasional Beirut, karena kemungkinan serangan yang lebih intens.

Pada saat yang sama, di bagian timur Lebanon, tepatnya di Lembah Bekaa dan kota Baalbek, serangan udara Israel menyebabkan setidaknya 40 orang tewas, sementara 53 lainnya terluka, menurut pembaruan terbaru dari Kementerian Kesehatan Lebanon.

Di tengah ketegangan ini, Naim Qassem, Sekretaris Jenderal Hizbullah, menyatakan bahwa pihaknya skeptis jika upaya politik akan berhasil menghentikan serangan Israel. Namun, ia membuka kemungkinan negosiasi tidak langsung, asalkan Israel menghentikan serangan mereka di Lebanon. Qassem menekankan bahwa negosiasi hanya mungkin dilakukan melalui jalur diplomatik yang disepakati, yang melibatkan peran juru bicara Lebanon.

Sementara itu, Zeina Khodr dari Al Jazeera melaporkan dari Beirut bahwa meski pemerintah Lebanon berulang kali menyerukan gencatan senjata berdasarkan Resolusi PBB 1701, tampaknya kesepakatan damai tidak akan tercapai dalam waktu dekat. Menurut Khodr, masyarakat Lebanon merasa situasi dapat semakin memanas, terutama dengan potensi perubahan kebijakan Amerika Serikat.