Hizbullah Dituduh Memprovokasi Konflik Darah di Suriah, Benarkah?
Gerakan perlawanan Lebanon, Hizbullah, dengan tegas menanggapi tuduhan keterlibatan dalam bentrokan berdarah yang baru-baru ini terjadi di Suriah, menyebutnya sebagai tuduhan yang tidak berdasar. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Sabtu, Kantor Hubungan Media Hizbullah mengingatkan media untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi dan menghindari menyebarkan narasi yang dapat memicu disinformasi yang sengaja diatur untuk kepentingan politik luar negeri.
“Beberapa pihak terus berusaha mengaitkan nama Hizbullah dengan peristiwa yang terjadi di Suriah dan menuduh kami terlibat dalam konflik yang sedang berlangsung. Kami menegaskan bahwa tuduhan tersebut sama sekali tidak berdasar,” ujar Hizbullah dalam pernyataan tersebut, sebagaimana dikutip oleh Press TV.
Pernyataan ini datang beberapa hari setelah bentrokan besar antara militan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), kelompok oposisi bersenjata, dan rezim penguasa sementara di Suriah, yang menewaskan lebih dari seribu orang. Pertempuran mematikan ini terjadi di wilayah pesisir barat laut Suriah, yang dikenal sebagai tempat tinggal komunitas Alawite, kelompok minoritas yang juga merupakan latar belakang mantan Presiden Suriah Bashar Assad.
Menurut laporan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), lebih dari seribu orang tewas dalam dua hari pertempuran yang terjadi di provinsi Tartus dan Latakia. Dari jumlah korban tersebut, sekitar 745 adalah warga sipil yang tewas, sebagian besar karena eksekusi di luar proses hukum. Selain itu, sekitar 125 militan HTS dan 148 anggota kelompok oposisi juga dilaporkan tewas dalam kekerasan tersebut.
Kelompok pemantau lainnya, Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah (SNHR), mengungkapkan bahwa HTS melakukan eksekusi massal terhadap pemuda dan pria dewasa, tanpa membedakan antara warga sipil dan anggota kelompok lainnya. Kekerasan ini meletus tiga bulan setelah HTS yang mendapat dukungan asing mengumumkan kemenangan terhadap pemerintahan Assad, setelah serangan cepat yang berlangsung selama dua minggu.
Hizbullah, yang telah terlibat dalam berbagai konflik di wilayah tersebut, menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam kekerasan yang terjadi di Suriah dan menentang keras segala bentuk disinformasi yang dapat merusak reputasi mereka. Tuduhan semacam ini, menurut mereka, hanya memperburuk situasi dan memecah belah masyarakat.