Era Baru Suriah: Presiden Interim Ahmed al-Shara Lawatan ke Arab Saudi, Perubahan Aliansi Geopolitik

Presiden interim Suriah yang baru dilantik, Ahmed al-Shara, tiba di Arab Saudi pada Minggu untuk kunjungan luar negeri perdananya sejak koalisi pemberontak menggulingkan rezim Bashar al-Assad. Mendarat di Riyadh pada siang hari, al-Shara dijadwalkan menghabiskan dua hari di kerajaan tersebut, di mana ia akan bertemu dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman guna membahas kemitraan strategis serta upaya pencabutan sanksi internasional terhadap Suriah.

Langkah Arab Saudi sebagai destinasi pertama al-Shara di luar negeri menandai perubahan signifikan dalam aliansi geopolitik Suriah. Negara tersebut tampaknya mulai menjauh dari Iran, sekutu utama rezim Assad, dan lebih mendekat ke negara-negara Teluk. Pergeseran ini mencerminkan dinamika baru di kawasan Timur Tengah, yang tengah mengalami transformasi besar pasca perang di Gaza dan Lebanon, serta tumbangnya pemerintahan Assad.

Setelah kelompok pemberontak mengambil alih pemerintahan pada Desember 2024, Damaskus menjadi pusat aktivitas diplomatik global. Delegasi dari Eropa, Amerika Serikat, negara-negara Teluk, dan Rusia mulai berdatangan untuk menjalin hubungan dengan pemerintahan baru al-Shara.

Kehilangan Assad sebagai sekutu strategis telah mengurangi pengaruh Iran di kawasan ini, terutama karena proxy Teheran menjadi target dalam konflik dengan Israel. Rusia, yang sebelumnya memiliki pijakan kuat di Suriah dan Mediterania, juga menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan dominasinya setelah kehilangan sekutu pentingnya. Turki, yang sejak lama mendukung kelompok oposisi Suriah, kini muncul sebagai pemain utama dalam lanskap politik baru negara tersebut.

Sementara itu, negara-negara Teluk yang awalnya ragu dengan kelompok pemberontak Islamis yang berkuasa di Suriah, kini mulai menunjukkan dukungan mereka terhadap al-Shara. Mereka mendorong pemerintahan baru untuk membangun sistem pemerintahan yang lebih inklusif dan menjaga keseimbangan sektarian.

Bagi Arab Saudi, perubahan politik di Suriah adalah peluang strategis untuk memperluas pengaruhnya di kawasan, khususnya di Suriah dan Lebanon, dua negara yang sebelumnya dikuasai oleh pengaruh Iran selama lebih dari satu dekade. Kerajaan kaya minyak ini secara terbuka mendukung pemerintahan baru Suriah dan mendorong penghapusan sanksi Barat yang dijatuhkan terhadap rezim Assad.

Dukungan Saudi terhadap al-Shara juga tercermin dalam komunikasi resmi kerajaan. Setelah al-Shara diangkat sebagai presiden interim, Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman segera mengirimkan pesan selamat dan harapan sukses bagi kepemimpinannya.

Selain itu, al-Shara juga memperlihatkan kedekatannya dengan Riyadh melalui media. Dalam wawancara media pertamanya sebagai pemimpin Suriah, ia lebih memilih stasiun televisi Al Arabiya, yang berbasis di Arab Saudi, ketimbang Al Jazeera milik Qatar, yang selama ini menjadi salah satu platform utama pemberontak Suriah.

“Arab Saudi memiliki peran utama dalam masa depan Suriah, dan saya bangga dengan segala yang telah mereka lakukan untuk kami,” ujar al-Shara dalam wawancara tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa ia pernah menghabiskan masa kecilnya di Riyadh sebelum akhirnya kembali ke Suriah.

Selama bertahun-tahun, Suriah dikenal sebagai sekutu Arab terdekat Iran di Timur Tengah dan pemain utama dalam perebutan pengaruh regional antara Teheran dan negara-negara Teluk. Saat perang saudara Suriah meletus pada 2011, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menjadi penentang keras Assad, bahkan menutup kedutaan mereka di Damaskus pada 2012 sebagai bentuk protes atas tindakan brutal Assad terhadap oposisi.

Namun, satu dekade kemudian, sikap negara-negara Teluk mulai berubah. Pada 2023, Arab Saudi dan UEA mulai merangkul kembali Assad, dengan tujuan membatasi pengaruh Iran di Suriah. Suriah juga kembali diterima ke dalam Liga Arab, mengakhiri isolasi diplomatiknya selama lebih dari 10 tahun.

Namun, dengan runtuhnya pemerintahan Assad pada Desember 2024, Iran kehilangan pijakan kuatnya di Suriah, sementara Arab Saudi dan negara-negara Teluk berupaya membangun hubungan baru dengan pemerintah interim yang dipimpin al-Shara.

Kini, dengan perubahan kepemimpinan di Suriah, Arab Saudi tidak hanya berupaya memperluas pengaruhnya di Damaskus, tetapi juga di Lebanon, di mana selama ini mereka kalah bersaing dengan Iran dalam perebutan pengaruh politik dan ekonomi.

Kunjungan al-Shara ke Riyadh merupakan sinyal kuat bahwa Arab Saudi siap memainkan peran utama dalam membentuk tata politik Suriah pasca-Assad, serta memperkuat dominasinya di kawasan Timur Tengah yang terus berkembang.