DJP Klarifikasi Soal Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12 Persen Pada 2025

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan klarifikasi terkait isu yang beredar bahwa transaksi menggunakan uang elektronik (e-money) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Pernyataan tersebut sempat menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat dan pelaku usaha, sehingga DJP merasa perlu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kebijakan tersebut.

Dalam klarifikasinya, DJP menjelaskan bahwa PPN 12 persen tidak dikenakan pada semua transaksi yang melibatkan uang elektronik, melainkan hanya pada transaksi jasa tertentu. Misalnya, transaksi yang melibatkan penyediaan layanan elektronik seperti e-commerce atau platform yang mempertemukan penjual dan pembeli, serta penyedia layanan uang elektronik yang mengenakan biaya tambahan untuk layanan tertentu. Dengan kata lain, transaksi yang hanya melibatkan transfer antar pengguna tanpa ada unsur jasa yang dipungut biaya tidak akan dikenakan PPN.

DJP menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memajukan sistem perpajakan di era digital, di mana transaksi melalui uang elektronik dan platform digital semakin marak. Pengenaan PPN 12 persen pada transaksi tertentu diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis pajak di sektor digital, yang selama ini masih belum sepenuhnya terjangkau oleh sistem perpajakan tradisional.

DJP juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha terkait penerapan kebijakan ini. Agar kebijakan ini tidak menimbulkan kebingungan lebih lanjut, DJP berencana untuk bekerja sama dengan penyedia layanan uang elektronik dan platform digital untuk memastikan bahwa implementasi PPN dilakukan secara tepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengawasan yang ketat juga akan dilakukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan yang bisa merugikan pihak konsumen.