AS Lanjutkan Bantuan Militer ke Ukraina Usai Kesepakatan Gencatan Senjata

Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump kembali mengirimkan bantuan militer dan intelijen ke Ukraina setelah Kiev menyetujui usulan gencatan senjata selama 30 hari yang diajukan oleh Washington. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, James Hewitt, mengonfirmasi bahwa pengiriman bantuan telah dilanjutkan, hanya sehari setelah delegasi AS dan Ukraina mencapai terobosan dalam pembicaraan di Arab Saudi.

Bantuan tersebut, yang sebelumnya telah disetujui saat pemerintahan Joe Biden, mencakup peluru artileri, senjata anti-tank, dan sistem roket artileri mobilitas tinggi (HIMARS). Seorang pejabat AS yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa pengiriman senjata ini sempat tertunda setelah pertemuan antara Presiden Trump, Wakil Presiden JD Vance, dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada 28 Februari di Ruang Oval. Dalam pertemuan itu, Trump dikabarkan mengecam Zelenskyy karena dianggap kurang berterima kasih atas dukungan yang telah diberikan AS selama bertahun-tahun.

Perselisihan yang terjadi di Gedung Putih tersebut menyebabkan pembatalan pertemuan yang seharusnya menghasilkan kesepakatan terkait pengembangan sumber daya mineral Ukraina. Namun, negosiasi tetap berlanjut hingga akhirnya AS kembali memberikan dukungan militer. Utusan khusus Trump, Steve Witkoff, menegaskan bahwa AS tidak pernah sepenuhnya menghentikan aliran intelijen untuk mendukung pertahanan Ukraina. Bahkan, beberapa senjata yang telah dikirim sebelum perintah penghentian bantuan sebenarnya sudah berada di Polandia, menunggu keputusan lebih lanjut dari Washington.

Menteri Pertahanan Polandia, Pawe Zalewski, mengonfirmasi bahwa pengiriman senjata dari fasilitas penyimpanan di Rzeszow, dekat perbatasan Ukraina, kini telah kembali berjalan. Pejabat Polandia juga mengungkapkan bahwa kontraktor militer di Ukraina yang sebelumnya membantu pasukan Kiev dalam pemeliharaan dan pelatihan peralatan AS telah melanjutkan aktivitasnya setelah jeda sementara dalam pengiriman bantuan militer. Namun, tidak jelas apakah mereka sempat meninggalkan Ukraina selama periode penghentian bantuan tersebut.